Rabu, 27 Maret 2013
Kamis, 07 Maret 2013
Cerpen 1
Semua Bisa Berubah
Hari ini kamu terlihat lagi di
pasar. Dua hari ini kamu membantu orangtuamu mengelola toko sembako. Kamu
mengaku pada orangtuamu bahwa sekolahmu libur lagi karena ada rapat guru. Entah
mengapa kamu lebih suka di pasar dibanding sekolah. Ini bukan pertama kalinya
kamu lakukan, tapi sudah berkali-kali, dan anehnya orangtuamu tak curiga sedikitpun
padamu dan mau saja kau bodohi.
Memang kamu sangat rajin jika
membantu orangtuamu di pasar.
Mungkin itu
yang membuat orangtuamu cukup senang dan melalaikan kewajibanmu sebagai seorang
siswa. Orangtuamu tak pernah curiga denganmu. Dia terlalu besar menaruh
kepercayaanya padamu. Hingga di siang hari ada seorang pria berseragam mampir
ke toko sembako milik orangtuamu.
Ternyata dia adalah wali kelasmu.
Kamu yang tak sengaja mengetahuinya kaget setengah mati, badanmu gemetar.
Keringat dingin mengucur deras di kepalamu. Bapakmu memergoki sikapmu yang tak
kunjung melayani wali kelasmu dan malah terpaku begitu.
“Lho, Rio
katanya keluar kota? Kok di sini? Lagi kerja?” tanya wali kelasmu. Kamu terdiam
seribu bahasa, tapi tubuhmu berkata terbata-bata.
“Ini anak
saya pak, katanya sekolahnya libur,” jawab ayahmu dari belakang.
“Libur?
Rio, kau berbohong pada ayahmu kan?” Kamu tetap mematung tak berani bicara.
“Hmmmm,
benarkah itu Rio?” tanya bapakmu.
“Ma, ma,
maafkan Rio pak,” katamu gemetaran.
Ayahmu memakimu di depan wali
kelasmu dan di depan orang- orang yang lalu-lalang di pasar. Betapa malunya
dirimu saat itu. Betapa malunya bapakmu punya anak sepertimu. Tapi kau dengan
berani menyanggah, menyatakan tak mau sekolah lagi, kau hanya ingin bekerja dan
bekerja. Wali kelasmu bijak, dia menyarankan agar lulus terlebih dahulu karena
kamu sudah kelas tiga. Kamu dan ayahmu menyetujuinya. Wali kelasmu berlalu
meninggalkan tempat itu setelah mendapatkan yang dia beli.
***
Aktivitas sekolahmu sekarang
dipantau ketat oleh wali kelasmub yang bekerja sama dengan bapakmu. Bapakmu
ingin kamu tak bolos lagi, dia tak ingin melihat kamu putus di tengah jalan dan
tidak mendapatkan ijazah SMP. Memang kamu terbilang anak yang super bandel di
sekolah. Kamu terlalu menyepelekan sekolah, mentang-mentang berasal dari keluarga
berada dan pewaris tunggal kekayaan keluarga. Kini kamu membantu orangtuamu
kembali di pasar saat liburan menunggu pengumuman. Rajin dan giat sikapmu
bekerja membuat orangtuamu tersenyum bangga.
Lama menunggu, akhirnya pengumuman
ujian keluar juga dan kamu dinyatakan lulus meskipun dengan nilai yang minim.
Itu membuat orangtuamu bangga. Kembali setelah lulusan itu kamu membantu orangtuamu
bekerja di pasar.
Saat teman SMP-mu mencari sekolah
baru, kamu dengan asyiknya masih bertahan di pasar membantu orangtuamu.
Teman-temanmu asyik mencari tujuan hidup dengan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi.
Ada yang ke SMA favorit, ada yang ke SMK dan lain sebagainya. Cuma kamu yang putus
tak melanjutkan ke mana-mana sekarang, tidak karena kekurangan biaya, tapi
karena kamu malas belajar. Semangat belajar sudah tidak ada pada dirimu.
Kalaupun dipaksa akan tak baik hasilnya di belakang hari. Makanya orangtuamu
sudah pasrah pada keputusanmu. Walaupun awalnya orangtuamu menentang
keputusanmu itu, tapi apa daya kamu yang akan menjalaninya. Mungkin kamu telah
menemukan tujuan hidupmu, berdiri di bawah orangtuamu menunggu warisan itu
jatuh ke tanganmu.
Bulan berganti, tahun berganti. Kamu
beranjak dewasa. Sekarang kamu pewaris tunggal toko sembako orangtuamu yang
kini semakin menua. Orangtuamu hanya bisa istirahat di rumah, sesekali juga
melihat keadaanmu di pasar. Sekarang kamu menjelma menjadi seorang juragan beras.
Sesuatu yang sangat kamu banggakan, sesuatu yang sangat kamu impikan.
Memang tak selamanya kamu di atas.
Kamu juga pernah mengalami kerugian besar-besaran, tapi itulah cobaan, kamu
tidak bisa apa-apa selain meneruskan usaha ini. Orangtuamu pasrah akan
keadaanmu dan mereka hanya bisa menggantungkan hidup padamu. Berat, bukan? Itu
pernah terjadi padamu, saat tokomu terbakar terkena api dari toko sebelahmu yang
sudah lebih dulu kebakaran. Kamu tak bisa apa-apa, kerugian besar menimpamu.
Kamu meminjam modal sana-sini untuk membangun usaha itu kembali. Yang kamu tahu
hanyalah beras, berapa harga beras, apa jenis beras dan hitungan dalam
penjualan. Bayangkan jika kamu melanjutkan sekolah, mungkin sekarang kamu sudah
bekerja membantu meringankan beban orangtuamu. Orangtuamu masih bisa memegang
toko itu, bahkan kamu dapat membantu mengembangkan toko orangtuamu. Semua itu pernah
kamu alami dan sekarang posisimu telah di tengah, keadaan tokomu tak mengalami
gonjangan atau kenaikan. Semua itu perjuangan dengan ilmu berdagang yang kau
dapatkan selama ini.
Kamu diundang menghadiri acara reuni
akbar SMP-mu dulu. Kamu bermaksud akan menghadirinya dengan suka cita karena
kamu merindukan sahabatmu. Di situlah kamu akan melepas rasa rindu pada sahabat-sahabatmu
dan melihat seperti apa sahabat-sahabatmu sekarang setelah lama berpisah.
Dengan kemeja kotak-kotak dilapis
dengan jaket hitam kamu bergegas melunjur ke tempat acara di aula SMP dengan
motormu. Tak sedikit mobil yang terparkir di area parkir dan banyak pula motor
yang berdatangan dan terus berdatangan memenuhi area parkir. Aula sedikit demi
sedikit telah penuh oleh orang-orang. Sangat ramai acara malam itu, gemerlap
lampu dan iringan musik menambah semarak acara.
Di tempat itulah dahulu kau
menunjukkan kebandelanmu, menoreh luka, membekas suka dan bercampur kenangan
yang terangan-angan. Melepas rindu bersama sahabat-sahabat sekelas dan lainnya
juga, bercanda ria, saling bercerita. Mereka semua menceritakan perjalanan karir
setelah lulus dari SMP dulu. Ada yang masih mengejar S1, ada yang mau
melanjutkan S2, ada yang memilih bekerja, ada yang telah menjadi PNS, dan Tio
yang dahulu anak orang pas-pasan, kini bersiap terbang ke Perancis untuk
melanjutkan S2. Semua telah berubah. Sahabat yang dulu berada di bawahmu kini
di atasmu. Mereka tahu banyak hal. Pengalaman mereka luas. Sedangkan kamu? Kamu
tak tahu apa-apa. Yang kamu tahu hanyalah harga beras, jenis beras dan bisnis
sembako lainnya. Kamu hanya terdiam tersipu mendengar cerita sahabat-sahabatmu
itu. Bukankah itu sudah menjadi tujuanmu? Bukankah itu yang kau inginkan? Kamu
memilih hanya lulus SMP dan bekerja. Sekarang? Kau tetap tukang beras dan akan selalu
begitu, karena hanya itu yang kau tahu.
“Sungguh menyesalnya diriku, mengapa
dulu aku tak melanjutkan sekolah? Malah tujuanku kerja. Aku hanya lulusan SMP,
seorang tukang beras. Aku minder dengan teman-temanku sekarang. Memang semua telah
berubah. Dulu aku anak paling kaya, sekarang? Aku anak paling tak berpendidikan,”
gerutumu.
Kamu minder berada di samping
teman-temanmu. Kamu malu jika mereka tahu keadaanmu sekarang. Memang seiring berjalannya waktu kehidupan dapat berubah. Memang dahulu orangtuamu kaya
dan masih mampu mengelola toko . Memang dulu kamu masih rajin dan mampu
bekerja, tapi sekarang? Orangtuamu menggantungkan
hidupnya padamu, dan kamu masih sehat,
tapi di kemudian hari? Kamu akan menua, tenagamu
berangsur hilang , yang kau punya
hanya ilmu beras, kamu tak punya ilmu yang banyak, hanya terbatas SMP
saja, itupun jika kau masih ingat.
Kamu bingung dengan kondisimu
sekarang. Kamu menyesal dan menyesal. Tapi semua tak bisa diputar, semua akan
berubah, roda kehidupan akan selalu berputar. Dulu kamu yang populer dengan kenakalanmu
dan seabrek masalahmu serta kekayaan keluargamu, tapi kini kamu berubah menjadi
hanya seorang tukang beras. Itu tak dapat lagi dipungkiri karena sudah terjadi,
semua sudah terlanjur.
Betapa berharganya ilmu? Karena ilmu
akan selalu digunakan selama kamu hidup, bahkan hingga kau tiada, ilmu itu akan
dipertanggung jawabkan Sungguh rugi manusia jika tak berilmu, padahal dia mampu
untuk mencarinya. Itu ada padamu.
Rugi sekali dirimu sekarang. Meski kamu
punya uang, tapi itu tak abadi, ilmulah yang berperan selanjutnya. Orang
berilmu lebih berharga daripada orang yang kosong. Itulah kehidupan selalu
berputar, maka manfaatkanlah sisa hidupmu dan persiapkan putaran roda kehidupan
di depanmu.
Langganan:
Postingan (Atom)